Rakun semakin populer sebagai hewan peliharaan yang cerdas di kalangan masyarakat Rusia dan Jepang, mirip dengan anjing. Rakun dianggap sebagai pilihan alternatif untuk dipelihara di rumah karena dikenal sebagai hewan yang sangat menjaga kebersihan. Oleh karena itu, perdagangan rakun mulai ada di Indonesia dengan harga jual yang masih relatif tinggi.
Nama “rakun” berasal dari Amerika dan memiliki arti “menggaruk dengan tangan”. Rakun Amerika Utara mudah dikenali dengan ekor bergaris dan topeng hitamnya. Rakun umumnya ditemukan di hutan dan memakan buah beri, cemara, dan biji-bijian. Mereka biasanya tinggal di dekat sungai agar dapat berburu kepiting, katak, dan ikan. Setelah dewasa, anak rakun akan meninggalkan induknya dan hidup sendiri. Rakun liar memiliki masa hidup hingga 5 tahun.[1]
Selain di Benua Amerika, rakun juga ditemukan di India Barat, selatan Kanada, Eropa, dan Asia. Bulu rakun memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sehingga setiap tahunnya terdapat 2-4 juta rakun yang dibunuh di Amerika Utara, dan ribuan lainnya mati tertabrak kendaraan. Harapan hidup rakun bervariasi, yakni 5 tahun di alam liar dan 12-16 tahun dalam penangkaran.[2]
Di alam liar, rakun hidup sendiri atau dalam kelompok kecil. Mereka cenderung berkumpul sesuai dengan jenis kelaminnya dan bertemu hanya saat musim kawin. Karena kemampuannya yang sangat adaptif, rakun juga dianggap sebagai kelompok invasif. Beberapa negara di Eropa bahkan melarang pelepasan, pemeliharaan, dan perdagangan rakun.
Menurut IUCN Red List, rakun memiliki status konservasi “risiko rendah” atau “least concern”. Populasi rakun sangat melimpah, bahkan cenderung meningkat setiap tahun. Rakun dapat hidup dengan mudah di berbagai habitat dan mampu memakan berbagai jenis makanan yang dianggap layak oleh mereka. Oleh karena itu, rakun sering ditemukan di tempat sampah karena mereka mencari makanan.
Jenis Rakun
Spesies rakun yang umum ditemukan di dunia dan memiliki penyebaran luas di berbagai wilayah adalah rakun lotor. Rakun lotor merupakan spesies rakun terbesar yang ada di Amerika Utara.
Selain itu, ada juga spesies rakun cancivorus yang berasal dari Amerika Tengah dan Selatan. Rakun ini terkenal sebagai pemakan kepiting.
Spesies rakun pygmaeus hidup di kawasan Pulau Cozumel, timur Meksiko. Rakun ini termasuk spesies yang langka, sehingga dilindungi sebagai satwa liar.
Ciri Fisik Rakun

Habitat rakun yang berada di daerah yang dingin membuat mamalia ini memiliki adaptasi fisik yang khas. Mereka memiliki bulu abu-abu yang tebal dengan corak yang mencakup warna putih, hitam, dan kecoklatan.
Ukuran tubuh rakun jantan mencapai panjang sekitar 80 cm, termasuk di dalamnya adalah ekor yang memiliki corak bercincin. Corak topeng di wajah rakun berfungsi untuk melindungi mata dari cahaya sinar matahari langsung saat siang hari.
Rakun memiliki berat badan rata-rata antara 4 hingga 8 kg, namun dapat mencapai berat maksimum hingga 28 kg. Suara yang dihasilkan oleh rakun mencakup berbagai jenis suara, seperti bersiul, melolong, mengoceh, dan menggeram.
Salah satu perilaku khas rakun adalah kebiasaannya menggertakkan gigi.
Pendapat umum mengenai rakun adalah bahwa mereka dianggap sebagai hewan yang merugikan karena sering menyebabkan kerusakan yang parah pada lahan pertanian, seperti ladang jagung, melon, kebun buah, dan ladang anggur, serta di peternakan. Rakun aktif terutama pada malam hari dan memiliki kebiasaan mencuri makanan sebelum memakannya.[3]
Meskipun perilaku dan penampilannya yang lucu, perlu berhati-hati ketika berhadapan dengan rakun liar. Mereka dapat menjadi agresif jika merasa terancam dan tidak ragu untuk menggigit. Oleh karena itu, dianjurkan untuk tetap menjaga jarak dan tidak mendekati rakun liar.
Harga Rakun
Informasi mengenai harga rakun saat ini masih terbatas, tetapi beberapa penjual di situs jual beli online menawarkan harga mulai dari Rp750 ribu hingga Rp4 juta per ekor, tergantung pada jenis rakun yang dipilih. Untuk informasi yang lebih lengkap, disarankan untuk mengunjungi pasar hewan yang khusus menawarkan rakun.
Namun, sebelum memutuskan untuk membeli rakun, penting untuk mempertimbangkan kembali keputusan Anda. Meskipun rakun bisa jinak, hewan ini memiliki parasit yang berpotensi berbahaya. Menurut Big Blue Bug, rakun dapat membawa penyakit rabies yang dapat ditularkan kepada manusia dan hewan peliharaan. Selain itu, kotoran rakun dapat mengandung cacing gelang yang dapat menginfeksi manusia. Bahkan, rakun juga dapat menyebabkan penyakit toxocariasis okular yang dapat menyebabkan kebutaan jika masuk ke dalam mata.
Oleh karena itu, penting untuk memahami risiko dan konsekuensi yang terkait dengan kepemilikan rakun sebagai hewan peliharaan sebelum mengambil keputusan untuk membelinya.
[1] John & Jon. 2003. Ensiklopedia Mini Hewan. Jakarta: Erlangga, hlm. 116.
[2] Genevieve & Rosana. 2007. Atlas Binatang: Mamalia. Jakarta: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, hlm. 37.
[3] Ibid., hlm. 36.